Home Advetorial Pola Komunikasi Keluarga Pengaruhi Kesehatan Mental Anak Usia Dini di...

Pola Komunikasi Keluarga Pengaruhi Kesehatan Mental Anak Usia Dini di Masa Pandemi

482
0

World  Health  Organization  (WHO), (2020)  menyatakan  bahwa  Corona  Virus Disease-19  (Covid-19)  sebagai pandemi dunia. Kondisi  Pandemi  Covid-19  ini  akan berpengaruh  kepada  pembatasan  sosial masyarakat  termasuk  kelompok  kecil  yaitu keluarga  dan  anak. Pandemi Covid-19 adalah krisis kesehatan yang pertama dan terutama di dunia.

Selama  masa  pandemi  yang  mengharuskan  untuk  terus  menerus  berada  di rumah  saja,  hal  ini  tentu  akan  menimbulkan  rasa  bosan  dan  stress  pada  orang  tua,terlebih  anak. Perubahan  ini  akan berpengaruh  pada  keseharian  anak  yaitu aktivitas fisik dan kesehatan jiwa pada anak karena  terjadi  perubahan  terlalu  cepat. Pembatasan sosial ini membuat anak menjadi bosan karena mereka harus berdiam dirumah dan  tidak  berinterkasi  dengan  teman-temanya  (Kemenkes  2020).  Tabiiin  (2020) dalam  penelitianya  mengatakan  problema yang  sering  muncul  ketika  harus  stay  at home  atau  tinggal  di  rumah  adalah stress, sensitifitas  pada  anak meninggi, temper-tantrum.  manja  dan  tidak mandiri.

A. Kesehatan Mental

World  Health  Organization  (WHO)  memandang  bahwa kesehatan mental sendiri adalah sebuah kondisi  kesejahteraan  yang secara sadar dilakukan oleh individu, maksudnya ialah dengan kesadaran diri, individu mampu mengolah  stres  atau  gangguan-gangguan  lainnya  yang  sering  terjadi  dalam kehidupan,  untuk  tidak  mengalami  kondisi  keputusasaan,  sehingga  dalam menjalani aktivitas kehidupannya ia tetap produktif dan bisa menjadi pribadi yang ikut berperan dalam lingkungannya

kesehatan mental pada anak juga melibatkan kapasitasnya untuk dapat berkembang dalam berbagai area yakni: Moral dan agama,Motorik, kognitif ,sosial emosioal,bahasa dan seni .Oleh karenanya, penting bagi kita memahami tahapan perkembangan sebagai bentuk upaya untuk melihat adanya indikasi permalasahan pada perkembangan anak

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan Mental

Devi  Sani  menjelaskan  bahwa  ada beberapa  tanda  yang menunjukkan  bahwa  anak  mengalami  stres  atau kesehatan mentalnya terganggu, yaitu secara umum perubahan dalam bentuk  internalize problem  dimana  anak  akan  lebih  menarik  diri,  lebih  cemas,  tidak  ceria,  kurang  selera makan  dan  sebagainya  dan  externalize  problem  di  mana  anak  terlihat  seperti lebih agresif, mudah kesal, sulit kooperatif, melakukan kekerasan pada orang lain  atau  benda.”Hal  seperti  itu  tentunya  tidak  akan  terjadi  jika  orang  tua mampu menstabilkan atau memaksimalkan kemampuan emosional anak.

Untuk  mengetahui  kesehatan  mental  anak,  terlebih  dahulu  melihat faktor dalam diri anak, keluarga dan lingkungan. Faktor dalam diri anak seperti faktor genetic, temperamen, dan kesehatan fisik yang perlu diamati. Faktor dari keluarga yakni meliputi pola asuh orang tua yakni komunikasi yang dibangun antara  orang  tua  dan  anak  serta  kelekatan  anak  terhadap  orang  tua.

C. Pola Komunikasi Keluarga

Rahmawati dan Gazali (2018) menyebutkan pola komunikasi keluarga ialah suatu bentuk interaksi komunikasi dalam keluarga yang melibatkan ayah dan ibu sebagai komunikator dan anak sebagai komunikan. Komunikasi yang dilakukan  pun  secara sistematis,  dapat  saling  mempengaruhi,  serta  adanya timbal balik antara keduanya atau dengan istilah komunikasi dua arah.  Dalam  perkembangannya,  pola  komunikasi  keluarga  pun  dapat diidentifikasikan menjadi tiga pola yaitu:

  • Pola komunikasi membebaskan / permissive yang  ditandai  dengan  adanya  kebebasan  tanpa  batas  kepada  anak untuk berbuat dan berperilaku sesusai dengan keinginan anak. Pola komunikasi ini  pun  dikenal  dengan  pola  komunikasi  serba  membiarkan,  sebab  orang  tua bersikap mengalah, menuruti semua keinginan,  melindungi serta memberikan atau memenuhi semua keinginan anak secara berlebihan.
  • Pola komunikasi otoriter, di  mana  orang  tua  justru  melarang  anaknya  dengan  mengorbankan otonomi    Dalam  pola  komunikasi  ini,  sikap  penerimaan  orang  tua terhadap  anak  sangat  rendah,  namun  kontrolnya  tinggi,  mengharuskananak untuk  melakukan  sesuatu  tanpa  kompromi,  bersikap  kaku  dank  eras, serta cenderung  emosional  sehingga  sering  memberikan  hukuman  padaanak.Pola komunikasi ini pun biasanya akan  membuat anak merasa mudah tersinggung, penakut,  pemurung  dan  merasa  tidak  bahagia,  mengalami  stress sertatidak bersahabat  dengan  orang  lain.
  • Pola komunikasi  demokratis,  pola  ini ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dan anak. Pada pola ini, baik  orang  tua  maupun  anak  maupun  orang  tua  membuat  semacamaturanaturan  yang  disepakati  bersama,  dan  orang  tua  juga  mencoba  menghargai kemampuan anak secara langsung.

D. Implementasi Pola Komunikasi Demokratis dalam Keluarga

Penerapan pola  komunikasi  demokratis dalam keluarga anak-anak    menjadi  pribadi  yang  terbuka  dalam  menyampaikan  ide dan  pendapat  mereka,  serta  mengekspresikan  perasaan  yang  dirasakan anak.  Pada  pola  komunikasi  demokratis  ini,  orang  tua  akan  memberikan kebebasan kepada anak baik dalam belajar maupun bermain. Misalnya saat bermain,  orang  tua  memberikan  kesempatan  kepada  anak-anaknya  untuk memilih  permainan  yang  akan  dimainkan,  akan  tetapi  orang  tua  akan menjelaskan terlebih dahulu tentang resiko dari akibat permainan tersebut, seperti  bermain  game  online  yang  jika  dimainkan  secara  lama  akan membuat  mata  menjadi  lelah  dan  lain  sebagainya.  Larangan  tidak dilakukan oleh orang tua, sebab anak pun bisa diajak bekerjasama dalam mencari kesepakatan, dalam hal ini tidak bermain game online terlalu lama dan diberikan batasan waktu.

Dalam memelihara  kesehatan  mental  anak,  komunikasi  keluarga  sangatlah  dibutuhkan untuk memberikan ruang kepada orang tua dan anak untuk bersikap saling terbuka sehingga tidak ada rahasia antara satu dengan yang lainnya. Sikap saling terbuka dalam sebuah keluarga,  membuat orang tua dan anak dapat  saling  mendengarkan,  untuk  itu  orang  tua  sudah  seharusnya  membangun komunikasi  yang  senyaman  mungkin  kepada  anak  terlebih  pada  situasi belakangan ini, di mana anak-anak harus tetap berada di rumah untuk menjalani karantina dalam usaha memutus rantai penularan virus corona. Renvil  Reynaldi  (2020)  sebagai  Psikater  anak  dan  remaja  menuturkan bahwa  keadaan  yang  mengharuskan  anak  untuk  berhenti  melakukan  kegiatan  di luar rumah seperti bersekolah, olahraga atau bermain bersama teman yang tak bisa dilakukan  bisa  membuat  anak  sedih,  tertekan  bahkan  sters.  Karenanya,  sebagai orang  tua  sudah  seharusnya  turut  serta  menjaga  kesehatan  mental  anak,  dengan memahami dan berempati pada anak dalam menghadapi situasi pandemi covid-19. Selain itu, kepekaan orang tua juga diminta untuk melihat perubahan pada mood anak di masa karantina  mandiri ini, dan salah satu cara untuk mencari tahu apa yang  anak  rasakan  adalah  dengan  mendengarnya  bercerita,  dengan memperhatikan  dan  menanggapi  dengan  benar  apa  yang  anak  rasakan  bisa membuat dia merasa dihargai dan dimengerti. Pendeknya  dalam masa seperti ini, orang  tua  seharusnya  memberikan  perhatian  lebih  pada  anak  untuk  menghadapi kebosanan dan situasi yang tidak menentu agar mereka tidak stres atau depresi.

Pola komunikasi  orang  tua  yang  tidak  berlebihan,  tuntutan  yang  realistis akan berpengaruh  terhadap  rasa  aman  anak.  Misalnya,  untuk  saat  ini, komunikasi orang tua  yang dibangun haruslah didasari oleh alasan-alasan mengapa pesan tersebut harus dilaksanakan, dalam hal ini mengapa anak tetap berada dirumah harus  dilaksanakan  karena  untuk  memutus  rantai  virus  corona,  serta memberikan  pemahaman  yang  baik  tentang  virus  corona,  sangatlah memiliki berpengaruh yang signifikan terhadap kesehatan mental anak. Komunikasi  yang  dibangun dalam  keluarga  dengan  efektif  akan  membuat  hubungan  antara  anggota keluarga,  dalam  hal  ini  orang  tua  dan  anak  akan  menjadi  harmonis,  dan tentunya  keharmonisan  keluarga  akan  memberikan  pengaruh  positif terhadap  perkembangan  anak,  baik  tingkah  laku  anak,  maupun  mental anak,  sehingga  anak  mampu  mengembangkan  hubungan  yang  baik  tidak hanya  dengan  keluarganya,  tetapi  juga  lingkungan  luarnya  yaitu masyaraka

Pandemi  Covid-19  ini  membawa  dampak  yang  tidak  sederhana  bagi  dunia  anak-anak. Selain pada akses sosialnya bersama teman-teman disekolah, maupun eksplorasi dirinya dengan lingkungan  sekitar.   pola  komunikasi  keluarga  yang  merupakan  bentuk  interaksi antara  orang  tua  dengan  anak  dalam  keluarga  memiliki  implikasi  yang  sangat penting  terhadap  kesehatan  mental  anak.  Pola  komunikasi  yang  demokratis mampu  memberikan pengaruh  positif  terhadap  pembentukan  dan  perkembangan  mental  anak.  Dalam hal ini adalah sistem nilai yang berhubungan dengan kualitas-kualitas emosi anak, antara lain yaitu nilai-nilai tata karma, kesabaran dalam menyelesaikan masalah, serta toleransi yang menjadi dasar terbentuknya  sikap empati dan bersahabat pada lingkungan  anak.  Anak-anak  tumbuh  menjadi  pribadi  yang  cerdas,  baik  secara intelektual maupun emosional, yang dimana menjadi dasar bagi kesehatan mental .

Anak sangat memerlukan orang tua yang dapat menjadi teman  bicara  juga  sahabat  berbagi  di  berbagai  kondisi, untuk itu orang tua sebaiknya membangun komunikasi yang baik agar anak merasa nyaman sehingga kondisi kesehatan mental anak tetap sehat, anak tetap ceria dan senantiasa gembira

 

DAFTAR PUSTAKA

Rohayani, F. (2020). Menjawab Problematika yang Dihadapi Anak Usia Dini di Masa Pandemi Covid-19. Qawwam14(1), 29-50.

Sejati, Y. G., Wati, I., & Fajriyah, N. (2020). Kebutuhan Mental Anak di Masa Pandemi Covid-19 Menurut Responden Peserta di Webinar” Bincang Asyik” PIAUD UMG. Jurnal Golden Age4(02), 282-289.

Iqbal, M., & Rizqulloh, L. (2020). Deteksi Dini Kesehatan Mental Akibat Pandemi Covid-19 Pada Unnes Sex Care Community Melalui Metode Self Reporting Questionnaire. PRAXIS3(1), 20-24.

Djayadin, C., & Munastiwi, E. (2020). Pola Komunikasi Keluarga Terhadap Kesehatan Mental Anak Di Tengah Pandemi Covid-19. Raudhatul Athfal: Jurnal Pendidikan Islam Anak Usia Dini4(2), 160-180.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here