Bagi generasi X dan Z sebagaimana yang Beresfod gambarkan sebagai generasi yang berada di usia 25 – 56 tahun saat ini tentunya sangat merasakan betapa cepatnya kemajuan teknologi. Pada generasi ini, mereka mengalami periode perubahan teknologi yang begitu cepat sehingga mereka mengalami perubahan cara dan gaya hidup dari waktu ke waktu. Perubahan itu tidak lagi membutuhkan waktu puluhan tahun tapi hampir setiap tahun ada saja temuan teknologi yang menyebabkan segalanya berubah. Sebagai gambaran, generasi ini dulu mengalami cara mengetik naskah dari yang menggunakan mesin ketik manual kemudian berubah menjadi mesin ketik listrik. Setelah itu muncul komputer sehingga mengetik bisa dengan mudah dan cepat. Saat ini mengetik sudah bisa dilakukan tanpa menggunakan jari tangan manusia. Cukup dengan mengucapkan kata di depan komputer langsung muncul sendiri tulisan pada layar komputer. Mungkin tahun depan entah teknologi seperti apa lagi yang muncul menggantikan cara mengetik saat ini.
Dahulu kita mengenal komputer hanya untuk mengetik, namun saat ini komputer sudah meningkat fungsinya menjadi alat komunikasi dimana dengan Internet didalamnya kita bisa melakukan hampir semua hal dengan mudah dan cepat. Bahkan dengan ditemukannya Artificial Intelligent manusia bisa membuat robot yang mampu melakukan seperti layaknya manusia karena mampu berfikir dan merasa sehingga bisa melakukan interaksi layaknya manusia. Entah apalagi yang akan ditemukan oleh manusia tahun depan dengan teknologi AI ini. Yang pasti kita dibuat terkejut dan takjub dengan temuan teknologi mutakhir yang begitu cepat dan merubah segalanya dalam wakti yang relatif singkat.
Era disrupsi merupakan era babak baru dalam peradaban saat ini, teknologi informasi
merupakan alasan terbentuknya era disruption karena akan mengarahkan seluruh sistem kehidupan pada era digitalisasi. Keberadaan sistem sosial yang terjadi saat ini sudah bergerak ke arah milenial yang berbasis teknologi internet dimana setiap individu, kelompok maupun organisasi secara bertahap akan terintegrasi dengan kondisi ini. Pemerintah sebagai organisasi yang berada di tengah-tengah masyarakat yang dilayaninya dipastikan akan tergeser dengan era disruption ini dan yang paling merasakan dampaknya adalah organ-organ birokrasi sebagai implementator kebijakan pemerintah. Dengan kondisi ini maka dalam konsep strategi manajemen, birokrasi harus mencoba mereformulasi manajemen strateginya dalam menghadapi era disrupsi, dimana hal yang sangat perlu diperhatikan dalam mengimplementasikan strategi manajemennya adalah dimana unsur-unsur birokrasi harus memahami dan mampu menjabarkan visi dan misi organisasi dalam pelaksanaan pekerjaannya sehingga akan berorientasi pada efisiensi dan efektivitas melalui Sumberdaya Manusia yang profesional serta pemimpin yang memiliki jiwa wirausaha atau selalu siap dengan tantangan dan perubahan-perubahan baik dalam internal organisasi maupun eksternal organisasi.
Tingkat SDM Indonesia terutama produktivitas kerjanya memang masih sangat rendah dibandingkan dengan negara-negara Asean sekalipun. Angkatan Indonesia tahun 2021 mencapai 131 juta orang dan sekitar 50 juta di antaranya dengan pendidikan hampir 50 % adalah lulusan Sekolah Dasar saja. Sebanyak 12 % atau 13 % lulusan Universitas, dan 37 % pendidikan Sekolah Menengah dan persentasi yang paling banyak dari kelompok ini adalah SMP.
Kualitas sumber daya manusia merupakan komponen penting dalam setiap gerak pembangunan. Hanya dari sumber daya manusia yang berkualitas tinggilah yang dapat mempercepat pembangunan. Jumlah penduduk yang besar apabila tidak diikuti dengan kualitas yang memadai, hanyalah akan menjadi beban pembangunan. Kualitas penduduk adalah keadaan penduduk baik secara perorangan maupun kelompok berdasarkan tingkat kemajuan yang telah dicapai. Pengembangan sumber daya manusia menjadi hal yang sangat penting untuk mendorong kemajuan Indonesia. Sebab peningkatan kualitas SDM yang mampu mendorong daya saing Indonesia secara global.
Dalam rilis World Economic Forum (WEF) mengenai indeks daya saing global, Indonesia berada di posisi 45 DARI 140 negara di dunia pada tahun 2018. Peringkat ini mengalami perbaikan dari tahun 2017 di posisi 50. Daya saing sangat membutuhkan kualitas sumber daya manusia karena sumber daya manusia mampu menggerakkan sektor-sektor produktif.
Adanya disrupsi pada berbagai sektor kehidupan tentunya menuntut adaptasi dari masing-masing individu untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi di sekelilingnya. Merupakan hal yang mutlak jika seseorang harus secara cepat mengubah mindset dan menyesuaikan diri agar tidak tertinggal oleh perubahan yang makin hari makin cepat dirasakan. McKinsey Global Institute pada tahun 2017 memproyeksikan setidaknya 400 sampai dengan 800 juta orang di dunia akan kehilangan pekerjaan pada tahun 2030 karena tergantikan oleh robot dan Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan.
Efek Disrupsi yang luas tersebut pada akhirnya juga akan merambah ke pola kerja Birokrasi dan sistem Pemerintahan. Disrupsi yang selalu dikaitkan dengan kemunculan teknologi yang semakin berkembang dapat membentuk pola “gangguan” pada sistem dalam sebuah organisasi bisnis maupun pemerintahan. Sebut saja perubahan teknologi yang menggunakan analog yang berkembang saat ini menjadi teknologi digital. Perubahan tersebut tentunya membawa dampak besar bagi kehidupan bernegara. Reformasi Birokrasi yang menjadi harapan masyarakat pada terwujudnya pemerintahan yang bersih, akuntabel dan efisien serta menciptakan sebuah pelayanan publik yang optimal dan lebih baik dituntut untuk menyesuaikan diri dan mengikuti arus perubahan saat ini.
Saat ini penggunaan teknologi informasi telah diimplementasikan di berbagai lini pada sistem pemerintahan. Istilah e-Government cukup sering kita dengar terutama dalam kaitannya dengan proses Birokrasi atau pelayanan publik. Namun demikian istilah e-Government yang secara umum memiliki pengertian proses pemanfaatan teknologi informasi sebagai alat untuk membantu menjalankan sistem pemerintahan secara lebih efisien, saat ini bisa dikatakan belum bisa menjawab tantangan dan belum memenuhi harapan masyarakat.
Pertanyaan selanjutnya adalah apa saja langkah yang dapat dilakukan oleh Pemerintah untuk memenuhi harapan masyarakat di tengah era perubahan yang sangat cepat saat ini?
Pertama, adanya penegakan Reformasi Birokrasi yang lebih komprehensif dan nyata disertai dengan penyederhanaan regulasi, dengan membentuk dan menyesuaikan diri menjadi regulasi ataupun peraturan yang peka dengan perubahan. Seperti yang kita sering dengar bahwa konsep Birokrasi yang saat ini terkesan kaku dan kompleks harus berubah menjadi sebuah Birokrasi yang luwes (agile bureaucracy). Di era yang berubah secara cepat ini banyak hal yang mungkin saat ini diatur, tetapi dalam hitungan beberapa bulan ke depan hal tersebut akan memiliki perubahan dalam tata cara serta implementasinya di masyarakat. Jika dihubungkan dengan proses pembuatan peraturan yang memakan waktu lama maka hal ini akan menimbulkan gap antara pembuatan peraturan dengan perubahan dan penerapannya di masyarakat. Karena bagaimanapun dalam era disrupsi ini, inovasi akan selalu bergerak lebih cepat daripada regulator. Oleh karena itu konsep agile bureaucracy hendaknya perlu dipertimbangkan. Dalam hal ini diperlukan kaji ulang atas peran Pemerintah, mungkin tidak lagi perlu terlibat dalam hal yang rinci (rules), tetapi ia berubah menjadi fasilitator dan mengatur hal yang prinsip.
Selanjutnya pembangunan Digital Governance. Kemunculan Disrupsi yang ditandai dengan menguatnya Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan, penggunaan Big Data serta berubahnya sistem manual menjadi sistem komputer dan online terutama dalam segi pelayanan publik merupakan tantangan yang perlu diantisipasi dan dihadapi. Digital Governance memiliki pengertian sebagai tata kelola pemerintahan yang berbasis elektronik atau internet yang pada penerapan layanan publik ini dapat dilakukan tanpa harus bertatap muka. Hal ini tentu saja akan membuat perbedaan dalam tata kerja Birokrasi. Permasalahan disrupsi dimaksud tentunya sangat mempengaruhi penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia. Kemunculan digitalisasi sebagai disrupsi tentu saja perlu respon positif bagi pemerintah untuk melakukan reformasi birokrasi yang mengarah pada pelayanan digital, Pelayanan berbasis digitalisasi tentu saja menjadi tantangan bagi Birokrasi untuk membentuk terobosan dan inovasi sehingga dapat mencapai tujuan negara dalam mensejahterakan masyarakat.
Langkah ketiga adalah Peningkatan Skill dan Kompetensi para birokrat. Tidak dapat dipungkiri dengan adanya revolusi industri 4.0 dan era disrupsi, jenis pekerjaan yang bisa disimplifikasi maupun digantikan oleh sistem maupun perangkat digital akan semakin bertambah setiap tahunnya. Proses administrasi dalam pemerintahan akan semakin berkurang dengan adanya sistem yang menggantikan. Disamping itu banyak pengetahuan yang menemui masa kadaluwarsanya di masa yang akan datang, seiring dengan pesatnya perkembangan internet beserta segala hal yang terafiliasi dengannya seperti mesin pencari otomatis contoh yang paling terkenal adalah Google dan implementasi kecerdasan buatan dalam kehidupan sehari-hari sebagaimana kita mulai rasakan saat ini. Peningkatan skill dan kemampuan individu sebagai Sumber Daya Manusia menjadi semakin menantang. Dengan tidak terbendungnya era disrupsi tersebut, maka kompetensi dan keterampilan lain yang belum bisa dikejar oleh teknologi (dalam hal ini kecerdasan buatan) dalam waktu dekat, perlu untuk segera ditanamkan dan ditingkatkan. Keterampilan berpikir kritis dan pemecahan masalah, keterampilan komunikasi (termasuk kemampuan berbahasa asing), kolaborasi, People Management, keterampilan berpikir kreatif dan inovasi serta mengasah Emotional Intelligence atau kecerdasan emosi hendaknya harus dimiliki oleh setiap individu yang bekerja di Birokrasi.
Gagasan atau langkah yang terakhir adalah adanya regenerasi pada Birokrasi dan sistem Pemerintahan. Organisasi publik, walaupun memiliki karakter yang berbeda dengan organisasi privat, idealnya mampu menjalankan perannya dengan cara kerja/proses bisnis yang efisien, cepat dan gesit, apalagi instansi pemerintah yang berhadapan dengan pelayanan publik. Oleh karena itu memberikan ruang dan kesempatan yang lebih luas kepada kelompok usia produktif yang saat ini populer disebut generasi millenial (kelompok kelahiran tahun 1981 s.d 1995) merupakan sebuah opsi yang tepat untuk melakukan perubahan dan membuat suatu tatanan baru pada Birokrasi serta membentuk sistem Pemerintahan yang dinamis dan cepat berubah mengikuti laju zaman. Generasi millenial akan memainkan peran penting ke depan terutama dalam perekonomian Indonesia sehingga mampu meningkatkan kinerja pembangunan termasuk sumbangsih millenial terhadap pembangunan di Birokrasi pemerintah. Setidaknya terdapat 3 (tiga) karakter yang dimiliki oleh generasi millenial yaitu connected, confident dan creative yang selanjutnya dapat dijabarkan terkait keunggulan yang dimiliki oleh generasi ini yaitu ingin serba cepat, mudah beradaptasi pada pekerjaan, kreatif, dinamis, melek teknologi dan dekat dengan media sosial. Namun tidak dapat disangkal bahwa saat ini masih ada keraguan dan penilaian atau anggapan bahwa sosok generasi millenial ini merupakan sosok yang belum matang dan belum cukup pantas menggantikan posisi generasi-generasi di atasnya. Karena itu, diperlukan keyakinan dan pemahaman yang terbuka serta sudut pandang yang lebih luas untuk menentukan serta menilai generasi baru ini sebagai penerus dari generasi senior yang saat ini memegang mayoritas kendali pada sistem Birokrasi dan pemerintahan.
Era disrupsi yang saat ini sudah bergerak cepat dan menyusup ke berbagai sektor dalam kehidupan manusia, tidak terkecuali pada sistem Birokrasi dan menuntut adanya perubahan besar pada Birokrasi dan sistem pemerintahan. Perubahan dapat mulai dilakukan dimulai dengan proses penyederhanaan regulasi yang berubah menjadi suatu Birokrasi yang luwes, perubahan pola kerja menjadi serba digital atau online dalam rangka pelayanan publik yang lebih cepat dan efisien, peningkatan skill dan kompetensi para birokrat serta memberikan kesempatan kepada generasi muda untuk melanjutkan dan mengubah sistem menjadi lebih dinamis merupakan langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk menghadapi era disrupsi yang tengah terjadi. Dengan adanya perubahan dan penyesuaian dimaksud diharapkan dapat memperkuat implementasi reformasi Birokrasi, meningkatkan kualitas para birokrat menjadi SDM yang handal dan profesional serta menciptakan pelayanan publik yang memenuhi harapan masyarakat.
Pemerintah dibawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo sudah tepat dalam mengantisipasi era disrupsi ini. Selama periode kepemimpinanya menjadi presiden, beliau menerapkan zero growth kepada aparatur pemerintah. Artinya pemerintah mengurangi jumlah aparatur dengan tidak mengangkat aparatur baru setiap tahunnya. Seleksi aparatur baru kedepan dilakukan dengan sangat ketat dan menjunjung tinggi prefesionalisme dan kecakapan dalam bekerja.
Disamping itu, dalam rangka merubah birokrasi Presiden Jokowi terus mendorong peningkatan SDM Pemerintah dan melakukan debirokratisasi agar kedepan aparatur pemerintah bisa tampil lebih profesional. Aparatur pemerintah kedepan akan dituntut bisa melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sangat komplek. Aparatur pemerintah kedepan akan mengalami seleksi alam dimana yang tidak kompeten dalam bekerja akan tergusur dan tidak mampu berkompetisi di level atas. Seorang aparatur pemerintah dituntut mampu mengerjakan pekerjaan sepuluh orang bahkan lebih dikarenakan kedepan pekerjaan akan mengandalkan teknologi yang berarti akan mengurangi interaksi antar individu. Pelayanan kepada masyarakat nantinya akan banyak dilakukan dengan sistem online dan paperless. Tidak banyak lagi keperluan yang menggunakan kertas kerja diatas meja. Semua dilakukan dengan jaringan internet.
Oleh karena itu Pemerintah dan Pemerintah Daerah harus mempunyai visi yang sama untuk menghadapi era disrupsi teknologi kedepan. Khususnya dalam hal sumber daya manusia tidak bisa ditawar lagi bahwa SDM pemerintah kedepan harus mampu menguasai tehnologi informasi meskipun berlatar belakang pendidikan yang berbeda-beda. Disamping itu pemerintah harus terus berupaya untuk mengupgrade SDM yang masih gagap tehnologi agar meningkatkan kapabilitasnya dengan cara belajar secara mandiri. Birokrasi pemerintah kedepan juga harus bisa mengikuti perkembangan tehnologi dengan memanfaatkan sistem informasi dalam segala bidang. Sehingga kedepan pemerintah mampu menjawab tantangan era disrupsi dengan lebih baik.