KENDAL, seputarbisnis.id – Tradisi kirab gunungan merti desa diwarnai aksi berubut oleh para warga, ratusan warga Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Mereka yang sudah lama menunggu, demi mendapatkan berkah, akibatnya saling dorong demi berebut gunungan hasil bumi yang diarak, dalam tradisi kirab budaya dan tradisi syawalan, budaya ini dilakukan sepekan setelah Hari Raya Idul Fitri, Selasa (08/04).
Sebelumnya acara keliling desa dengan mengarak gunungan hasil bumi dengan diiringi kesenian tradisional dan seni, berakhir ricuh, dikarenakan para warga yang sudah tidak sabar lagi langsung menyerbu gunungan yang berisi hasil bumi tersebut. Tradisi Syawalan dan Merti Desa pawai dari Balai Desa jalan kaki keliling kota hingga finis di makam Ni Dapu Boja Kendal Jawa Tengah. Sebelumnya, gunungan hasil bumi ini diarak keliling Kecamatan, dan menjadi rebutan warga yang sudah menunggu di depan komplek makam Sedapu.
Mereka berharap, mendapat berkah dari gunungan tersebut, kirab budaya Ni Pandansari atau Ni Dapu, sebagai bentuk penghormatan kepada Nyi Pandansari, yang merupakan tokoh penyebar agama Islam di wilayah Boja, Kendal. Enam gunungan hasil bumi berupa sayuran dan buah-buahan, yang disiapkan pemerintah Desa Boja Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal, merupakan bentuk syukur warga atas limpahan berkah dari sang pencipta.
Gunungan yang terbuat dari hasil bumi dan jajan pasar diarak keliling Kota Kecamatan Boja, Kendal, Jawa Tengah, Senin (07/04). Iring-iringan kirab budaya selain gunungan hasil bumi, yakni pasukan pengawal Ni pandansari atau Ni Dapu. Ratusan warga sudah menunggu kedatangan gunungan hasil bumi, di depan komplek makam Sedapu atau biasad isebut Ni Dapu di Kecamatan Boja, yangberdekatan dengan komplek makam pahlawan.
Sementara itu, makna dari kirab gunungan hasil bumi ini sebagai bentuk semangat warga untuk saling bergotong royong. Kirab sendiriterdiri dari iring-iringan Ni Pandansari yang menunggang kuda, dan diikutibarisan pengawal berpakaian hitam dan putih serta prajurit perempuan. Ni Pandansari yang juga adik kandung Ki Ageng Pandanaran ini, masih melekat di relung hatimasyarakat setempat.
Kirab yang menempuh jarak lima kilometer ini, membawa serta gunungan hasil bumi yang menggambarkan rasa syukur masyarakat Boja, yang sudah diberi rezeki oleh sang kuasa. Namun belum sampai di depan komplek makam, warga sudah mulaiberebut gunungan hasil bumi, meski sudah dihalau panitia. Warga baik muda maupun tua, saling dorong dan rela berdesakan untuk bisa mendapatkan hasil bumi, yang diarak dalam tradisi Syawalan dan Merti Desa Boja.
Warga hanya inginmendapatkan berkah dari gunungan hasil bumi, yang menggambarkan kemakmuran dan kesejahteraan. Panitia sendiri kewalahan untuk mencegah, agar warga tidak berebut gunungan hasil bumi ini sebelum prosesi syawalan selesai. Ratusan warga yang sudah menunggu ini, berusaha merangsekdan tidak sabar untuk memperebutkan sayuran, serta buah-buahan yang ada digunungan tersebut.
Menurut warga, Nita dan Yuni Mengatakan, meski harus berdesakan dan saling berebut gunungan hasil bumi ini, namun warga senang jika bisa mendapatkan sayuran atau buah-buahan, walau sedikit. Sayuran yang didapat akan dijadikan sayur dan disantap bersama keluarga , dengan sayur dari gunungan ini, semoga kesejahteraan melimpah.
“Saling berebut bersama warga lainya tidak masalah dalam tradisi kirab budaya gunungan hasil bumi dalam Merti Desa, yang penting kebersamaan dan mencari berkah,”katanya.
Kepala Desa Boja Rofik Snwar mengatakan, tradisi kirab ini dilakukan setiap tahun, sebagai bentuk tradisi tahunan masyarakat Boja untuk menghormati leluhur penyebar agama Islam di wilayah ini. Selain itu, juga sedekah bumi dengan mengarak gunungan hasil bumi, sebagai bentuk semangat warga untuk saling bergotong royong, kirab sendiri terdiri dari iring-iringan Ni Pandansari yang menunggang kuda, dan diikutibarisan pengawal berpakaian hitam dan putih serta prajurit perempuan.
“Kirab yang menempuh jarak lima kilometer ini, membawa gunungan hasil bumi yang menggambarkan rasa syukur masyarakat Boja, yang sudah diberi rezeki oleh sang kuasa, namun belum sampai di depan komplek makam, warga sudah mulai berebut gunungan hasil bumi, saling dorong dan rela berdesakan untuk bisa mendapatkan hasilbumi, yang diarak dalam tradisi syawalan dan merti desa boja,”ujarnya.
Selain tradisi kirab Ni Dapu, juga dilakukan penggantian luwur atau penutup makam, sejumlah tokoh agama dan masyarakat Boja sendiri, usai mengikuti kirab menggelar tahlil dan do’a bersama di makam Ni Pandansari atau yang lebih dikenal dengan nama Ni Dapu. Tradisi syawalan di Boja ini, merupakan agenda tahunan danmenjadi wisata religi warga Kendal dan sekitarnya.(ant)